Selasa, 16 April 2013

APAKAH PENGERTIAN TEKS?



            Salah satu pendapat menyatakan bahwa pengertian dari teks adalah sebuah peristiwa komunikatif yang harus memenuhi beberapa syarat, yakni tujuh kriteria teks. Akan tetapi Renkema menyatakan bahwa beberapa dari kriteria tersebut bersifat subjektif dan tergantung pada pengamat tertentu. Konsekuensi jika menggunakan tujuh kriteria tersebut adalah tidak memberi kemungkinan terhadap perbedaan yang bisa diprediksi dan dihadirkan secara nyata dan ujaran apa saja pada dasarnya bisa dipandang sebagai teks dalam sebuah konteks tertentu.
            Kriteria yang dimaksud pada pendapat de Beaugrande & Dressler  adalah kohesi-keterhubungan ‘sintaksis teks’ atau keterikatan antar unsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana yang ditandai antara lain dengan konjungsi, pengulangan, penyulihan, dan pelesapan  (Pusat Bahasa, 2008: 712);  koherensi-menyusun makna sebuah teks atau hubungan logis antara bagian karangan atau antara kalimat dalam satu paragraf (Pusat Bahasa, 2008: 712); intensionalitas-berhubungan dengan sikap dan tujuan produser teks; akseptabilitas-berkaitan dengan kesiapan pendengar dan pembacauntuk mengharapkan sebuah teks yang berguna atau relevan;  informativitas--mengacu pada kuantitas informasi; situasional--konstelasi-pembicaraan dan situasi tuturan memainkan peran penting dalam pemroduksian teks; intertekstual--Teks hampir selalu terkait dengan wacana yang muncul sebelum atau bersamaan dan Ada yg menghubung-kan teks tertentu dg teks lain dalam genre atau jenis tertentu.
            Analisis teks linguistik difokuskan pada kohesi dan koherensi wacana atau secara umum dapat disimpulkan bahwa fokus untuk anlisis teks linguistik mencakup tataran sintaktik, semantik, dan pragmatik. Dalam pandangan kritis teks dibangun dari sejumlah piranti linguistik untuk memberikan struktur linguistik dalam teks bahasa yang di dalamnya terdapat ideologi dan kekuasaan. Menurut Fairclough (dalam Darma, 2009: 72) tahap pemberian tersebut berupa analisis kosakata, gramatika, dan struktur teks.
            Refleksi mengenai istilah wacana, menurut Van Dijk wacana hendaknya dipahami sebagai tindakan dengan cara memandang wacana umum sebagai teks dalam konteks. Ada juga yang berpendapat bahwa wacana berfungsi sebagai bentuk praktik sosial. Tarigan (dalam Darma, 2009: 2) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan wacana terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausadengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mempu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
            Pengertian konteks dalam KBBI (2008: 728) adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. Konteks dibagi menjadi konteks makro dan konteks mikro, konteks makro-dalam berbagai organisasi dan institusi, konteks mikro- wacana yang terjadi dalam waktu tertentu, tempat tertentu, partisipan tertentu dan sebagainya. Sedangkan Aaron Cicourel juga membagi menjadi dua bagian, yaitu konteks luas dan lokal. Djajasudarma (2010: 35) menyatakan bahwa rincian dalam konteks antara lain, rincian ciri luar (fisik), rincian emosional, rincian perbuatan, rincian campuran.

Daftar Rujukan
Darma, Y. A. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT. Refika Aditama.




Peta Konsep unduh di sini

Rabu, 10 April 2013

LATIHAN SOAL-SOAL PERSIAPAN UN

Berikut adalah link-link yang dapat Anda akses:

1. Soal-soal SD

Unduh di Link 1
Unduh di Link 2
Unduh di Link 3

2. Soal-soal SMP

Unduh di Link 1
Unduh di Link 2
Unduh di Link 3
Unduh di Link 4
Unduh di Link 5

3. Soal-soal SMA

Unduh di Link 1
Unduh di Link 2
Unduh di Link 3
Unduh di Link 4
Unduh di Link 5
Unduh di Link 6

Mohon maaf, blogger hanya membantu menyediakan link yang dapat diakses untuk mengunduh latihan soal-soal.

# SEMOGA BERMANFAAT # 

Selasa, 09 April 2013

WACANA LISAN: POLA ALIH TUTUR PERCAKAPAN


            Alih tutur merupakan syarat percakapan yang penting, karena peralihan tutur menimbulkan pergantian peran dalam percakapan. Dalam KBBI (2008: 40 dan 1511) , alih berarti pindah; ganti; tukar; ubah, Sedangkan tutur berarti ucapan; kata; perkataan.jadi dapat disimpulkan bahwa alih tutur adalah perpindahan kata atau ucapan pada satu orang ke orang lain (komunikasi). Kesimpulan tersebut sama dengan pengertian komunikasi menurut Darma (2009: 9), yaitu suatu proses penyampaian pesan, ide, atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.
            Ada beberapa model alih tutur dalam percakapan, yaitu pengambilalihan giliran dan pemberian giliran. Dalam menentukan giliran berbicara, pembicara dapat memilih pembicara berikutnya dengan menggunakan pasangan ujaran terdekat yang bertujuan sebagai penggerak atau pemicu ujaran selanjutnya, serta sebagai tanggapan atau tindak lanjut dari ujaran sebelumnya. Djajasudarma (2010: 61) menyatakan bahwa adaciri khusus dalam tindak tutur, yaitu verba formatif atau verba yang dapat dihunakan untuk menunjukkan aksi (tindakan). Djajasudarma (2010: 63-66) juga mengklasifikasikan tindak ujar menjadi  tindak ujar langsung dan tindak ujar tak langsung.
            Cara mengambil alih giliran bicara, yaitu memperoleh atau mengambil giliran yang diberikan, mengganti atau melanjutkan pembicaraan sebelumnya karena tidak dapat melanjutkan, mencuri atau memotong pembicaraan, menciptakan atau membuat pertukaran baru, merebut atau memotong pembicaraan, melanjutkan karena tidak dimanfaatkan oleh penutur sebelumnya. Beberapa cara tersebut akan terlaksana dengan adanya komponen dalam percakapan (komunikasi). Komponen-komponen tersebut antara lain pengirim pesan, penerima pesan, pesan, umpan balik (Darma, 2009: 9).
            Pasangan ujaran terdekat merupakan salah satu pola alih tutur. Pola tersebut memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi instrumental--keinginan saya, fungsi regulatori--lakukan seperti yang kukatakan, fungsi personal--kamu dan aku, fungsi personal--ini aku ada, Heuristik—katakan padaku, mengapa, imajinatif—mari bermain. Fungsi-fungsi tersebut terpakai pada pasangan ujaran tanya-jawab, pujian-menerima, menolak, keluhan-alasan, ajakan-persetujuan, penolakan, perintah-penerimaan, penolakan, pembalikan, tawar-penerimaan, panggilan-jawaban, permintaan izin-pengabulan, penolakan.
           
Daftar Rujukan
Darma, Y. A. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT. Refika Aditama.


Rabu, 03 April 2013

KONTEKS WACANA



            Pragmatik dan konteks wacana, dalam mengnalisis sebuah wacana semestinya menggunakan pendekatan pragmatik untuk memahami pemakaian bahasa. Ada beberapa konsep yang berkaitan dengan konteks wacana, yaitu pertama, praanggapan memiliki peran penting dalam menetapkan keruntutan wacana. Karena kesalahan dalam praanggapan memiliki efek yang besar dalam ujaran manusia. Kedua, Implikatur yang berfungsi untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang disarankan atau yang dimaksud penutur. Implikatur dibagi menjadi dua bagian, yaitu implikatur konvensional yang bersifat nontempore dan implikatur percakapan yang bersifat temporer. Pada implikatur percakapan ada beberapa prinsip percakapan, yakni  prinsip kuantitas, prinsip kualitas, prinsip hubungan, dan prinsip cara. Ketiga, inferensi (penarikan kesimpulan), yaitu proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan. Inferensi terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu inferansi ujaran, inferensi yang menarik, inferensi mata rantai yang hilang. Keempat, prinsip interpretasi terbagi menjadi dua, yakni lokal dan analogi. Sedangkan menurut Djajasudarma (2010:54) ada tiga hal yang berkaitan dengan pragmatik dalam konteks wacana, (1) deiktik; (2) praduga; (3) tindak tutur.
            Peranan konteks, konteks memiliki dalam menentukan makna sebuah teks. Pengertian dari konteks adalah teks yang menyertai teks lain (lisan, tulis, nirkata).  Menurut Mulyana (2005: 71) bahwa pengertian konteks adalah situasi  atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks juga dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Dalam hal ini konteks pemakian bahasa dibedakan menjadi empat bagian, yaitu konteks fisik, konteks epistemis, konteks linguistik, dan konteks sosial. Melalui perbuatannya pengguna bahasa memiliki rincian ciri fisik, rincian emosional, rincian perbuatan, rincian campuran (Dajasudarma, 2010: 35).
            Unsur-unsur konteks, ada beberapa pendapat mengenai unsur-unsur konteks. Pendapat pertama Brown yang menyatakan bahwa ada delapan unsur, yaitu penutur, pendengar, topik pembicaraan, latar peristiwa, penghubung, kode, bentuk pesan, dan peristiwa tutur. Sedangkan Hymes dalam Darma (2009: 4-6) memiliki perbedaan mengenai pembagian unsur konteks, yaitu latar, peserta, hasil, amanat, cara, sarana, norma, dan jenis. Mulyana (2005: 22), menyatakan bahwa salah satu unsur konteks yang cukup penting ialah waktu dan tempat. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konteks memiliki peran penting dalam memeberi bantuan untuk menafsirkan suatu wacana, terutama dalam komunikasi.


Daftar Rujukan
Darma, Y. A. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT. Refika Aditama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacan. Yogyakarta: Tiara Wacana.

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA


Unsur pembentuk teks merupakan unsur yang membedakan sebuah rangkaian kalimat sebagai sebuah teks atau bukan teks. Unsur pembentuk teks tersebut terdiri atas kohesi dan koherensi. Kohesi adalah hubungan antar bagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Sedangkan koherensi adalah hubungan ogis antara bagian karangan atau antara kalimat dalam satu paragraf (Pusat Bahasa, 2008: 712).  Djajasudarma (2010: 44) menyatakan bahwa kohesi merujuk pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada perpautan makna.Piranti kohesi memiliki beberapa bagian yang dapat disimpulkan dari beberapa pendapat yaitu yang pertama, gramatikal yang terdiri atas referensi eksofora bersifat situasional (acuan berada di luar teks) dan endofora bersifat tekstual (acuan di dalam teks) yang terbagi atas anafora dan katafora, Subtitusi, dan Ellips. Djajasudarma (2010: 48-49) menyatakan bahwa referensi dalam analisis wacana harus dipertimbangkan sebagai sikap atau tingkah laku pembicara atau penulis. Kedua, leksikal yang terdiri atas reiterasi, repetisi (ulangan penuh, ulangan dengan bentuk lain, ulangan dengan penggantian, ulangan dengan hiponim), dan kolokasi. Ketiga, konjungsi yang terdiri atas piranti urutan waktu, piranti pilihan, piranti alahan, piranti parafrase, piranti ketidakserasian, piranti serasian, piranti tambahan (aditif),piranti pertentangan (kontras), piranti perbandingan (komparatif), piranti sebab-akibat, piranti harapan (optatif), piranti ringkasan dan simpulan, piranti misalan atau contohan, piranti keragu-raguan(dubitatif), piranti konsesi, piranti tegasan, dan piranti jelasan.
Piranti koherensi dapat diterima ketika latar belakang pemakai bahasa atas bidang permasalahan, pengetahuan atas latar belakang budaya dan sosial, kemampuan membaca hal-hal tersirat dan lain-lain. Menurut Mulyana (2005: 31) koherensi dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi, pemahaman yang berhubungan dengan koherensi dapat di tempuh dengan cara menyimpulkan hubungan antarproposisi dalam tubuh wacana itu. Djajasudarma (2010: 45) menyimpulkan bahwa ada wacana yang kohesif dan koheren dan ada wacana analogi atau lokal (ruang dan waktu), sebagai akibat inferensi.  Sebuah wacana dapat dikatakan kohesif dan koheren melalui upaya, antara lain: (1)pasangan berdekatan; (2) penafsiran lokal; (3) prinsip analogi; (4) pentingnya konteks. Jika disimpulkan kohesi adalah keserasian hubungan unsur bahasa yang apik (koheren). Keapikan tersebut dapat terpenuhi jika dapat memenuhi kriteria berikut: ketepatan logika pemakaian (sesuai dengan makna gramatikal), membentuk suatu kepaduan dan keutuhan, dan derajat kebebasan proposisi (kalimat memiliki struktur lengkap, tidak bergantung pada proposisi dalam kalimat lain, bukan sebagai klausa terikat, bukan potongan kalimat lain).
Daftar Rujukan
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Refika Aditama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.



Selasa, 02 April 2013

TOPIK WACANA PERCAKAPAN



            Topik merupakan suatu ide atau hal yang dibicrakan dan dikembangkan sehingga membentuk suatu wacana. Karena topik menjadi salah satu unsur terpenting dalam wacana percakapan, maka untuk menganalisis sebuah wacana, analis wacana harus dapat memahami konteks wacana yang mendukungnya. Menurut Kridalaksana dalam Darma (2009: 4), bahwa konteks merupakan ciri-ciri alam diluar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana (lingkungan nonlinguistik dari wacana). Topik yang dikembangkan dalam wacana percakapan dipengaruhi oleh norma dan budaya yang ada pada lingkungan pengguna bahasa serta situasi dan pengetahuan pengguna.
          
  Topik lama dan baru, secara keseluruhan peserta percakapan umumnya tidak mengembangkan topik yang telah dibicarakan karena topik tersebut adalah topik lama. pembicara dalam percakapan juga berusaha menjamin agar para pendengar dapat memahami sesuatu yang dibicarakannya. Diperlukan pendekatan komunikatif agar maksud pembicara dapat tersampaikan. Menurut Darma (2009: 14) ada tiga komponen utama untuk mewujudkan kompetensi komunikatif, yaitu (1) penguasaan pengetahuan tata bahasa, (2) pengetahuan tentang makna, (3) pengetahuan tentang pemakai atau pengguna bahasa. Setiap pembicara memiliki cara menyampaikan sesuai konteks, menurut Djajasudarma (2010: 35) ada empat ciri, yaitu melalui,  fisik, emosional, perbuatan, dan campuran.
            Topik nyata merupakan topik yang referensinya merujuk pada ujaran. Topik nyata berdasarkan referensinya dibagi atas beberapa bagian, yaitu (1) topik yang referensinya ditunjuk, (2) topik yang

PERTUMBUHAN FISIK REMAJA



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Perkembangan dan Pertumbuhan
Desmita (2006:4) menyatakan bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar. Sedangkan pertumbuhan menurut Desmita (2006:5), perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan secara bergantian. Kedua proses tersebut saling bergantung satu sama lain.
2.      Pertumbuhan Fisik
Pada mulanya, tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Dalam konteks ini kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif bertumbuh dengan cepat baik lali-laki maupun perempuan. Pertumbuhan cepat bagi anak perempuan terjadi 2 tahun lebih awal dari anak laki-laki. Ada beberapa dimensi perubahan fisik yang terjadi selama masa remaja diantaranya.


Pengikut