Salah satu pendapat menyatakan bahwa pengertian dari teks adalah
sebuah peristiwa komunikatif yang harus memenuhi beberapa syarat, yakni tujuh
kriteria teks. Akan tetapi Renkema menyatakan bahwa beberapa dari kriteria
tersebut bersifat subjektif dan tergantung pada pengamat tertentu. Konsekuensi
jika menggunakan tujuh kriteria tersebut adalah tidak memberi kemungkinan
terhadap perbedaan yang bisa diprediksi dan dihadirkan secara nyata dan ujaran
apa saja pada dasarnya bisa dipandang sebagai teks dalam sebuah konteks
tertentu.
Kriteria yang
dimaksud pada pendapat de Beaugrande & Dressler adalah kohesi-keterhubungan ‘sintaksis teks’
atau keterikatan antar unsur dalam struktur sintaksis atau struktur wacana yang
ditandai antara lain dengan konjungsi, pengulangan, penyulihan, dan
pelesapan (Pusat Bahasa, 2008: 712); koherensi-menyusun makna sebuah teks atau
hubungan logis antara bagian karangan atau antara kalimat dalam satu paragraf
(Pusat Bahasa, 2008: 712); intensionalitas-berhubungan dengan sikap dan tujuan
produser teks; akseptabilitas-berkaitan dengan kesiapan pendengar dan
pembacauntuk mengharapkan sebuah teks yang berguna atau relevan; informativitas--mengacu pada kuantitas
informasi; situasional--konstelasi-pembicaraan dan situasi tuturan memainkan
peran penting dalam pemroduksian teks; intertekstual--Teks hampir selalu
terkait dengan wacana yang muncul sebelum atau bersamaan dan Ada yg
menghubung-kan teks tertentu dg teks lain dalam genre atau jenis tertentu.
Analisis teks
linguistik difokuskan pada kohesi dan koherensi wacana atau secara umum dapat
disimpulkan bahwa fokus untuk anlisis teks linguistik mencakup tataran
sintaktik, semantik, dan pragmatik. Dalam pandangan kritis teks dibangun dari
sejumlah piranti linguistik untuk memberikan struktur linguistik dalam teks
bahasa yang di dalamnya terdapat ideologi dan kekuasaan. Menurut Fairclough
(dalam Darma, 2009: 72) tahap pemberian tersebut berupa analisis kosakata,
gramatika, dan struktur teks.
Refleksi mengenai
istilah wacana, menurut Van Dijk wacana hendaknya dipahami sebagai tindakan
dengan cara memandang wacana umum sebagai teks dalam konteks. Ada juga yang
berpendapat bahwa wacana berfungsi sebagai bentuk praktik sosial. Tarigan
(dalam Darma, 2009: 2) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan wacana terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausadengan koherensi dan
kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mempu mempunyai awal dan akhir yang
nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
Pengertian konteks
dalam KBBI (2008: 728) adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat
mendukung atau menambah kejelasan makna. Konteks dibagi menjadi konteks makro
dan konteks mikro, konteks makro-dalam berbagai organisasi dan institusi,
konteks mikro- wacana yang terjadi dalam waktu tertentu, tempat tertentu,
partisipan tertentu dan sebagainya. Sedangkan Aaron Cicourel juga membagi
menjadi dua bagian, yaitu konteks luas dan lokal. Djajasudarma (2010: 35)
menyatakan bahwa rincian dalam konteks antara lain, rincian ciri luar (fisik),
rincian emosional, rincian perbuatan, rincian campuran.
Daftar
Rujukan
Darma,
Y. A. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia: Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Djajasudarma, Fatimah.
2010. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Peta Konsep unduh di sini